Waspada Flu Burung atau Avian Influenza (AI)

Waspada Flu Burung atau Avian Influenza (AI)

Flu burung atau avian influenza (AI) adalah penyakit menular bersifat akut pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Semua unggas dapat terserang virus ini, tetapi wabah AI sering menyerang ayam dan kalkun. Virus influenza tipe A memiliki kemampuan untuk terus menerus bermutasi sehingga dalam perkembangannya virus ini dapat menular dari unggas ke manusia (zoonosis). Berdasarkan patotipenya, virus AI dibedakan menjadi Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) atau tipe ganas dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) atau tipe kurang ganas. Avian influenza mewabah di Indonesia sejak pertengahan tahun 2003. Pada bulan Mei tahun 2022, di Indonesia sudah ditemukan kasus HPAI H5N1 clade 2.3.4.4b pada peternakan bebek peking yang tidak divaksin di Kalimantan Selatan dan adanya peningkatan kematian pada unggas air/itik. Untuk itu, saat ini kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap HPAI H5N1 clade 2.3.4.4b. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui kontak langsung dan tidak langsung.

Infeksi avian influenza dapat menimbulkan mortalitas tinggi dengan kematian mendadak tanpa disertai gejala tertentu. Gejala yang tampak pada unggas yang terinfeksi HPAI adalah jengger, pial, kelopak mata, telapak kaki dan perut yang tidak ditumbuhi bulu terlihat berwarna biru keunguan. Adanya perdarahan pada kaki berupa bintik-bintik merah (ptekhie) atau biasa disebut kerokan kaki. Keluarnya cairan dari mata dan hidung, pembengkakan pada muka dan kepala, diare, batuk, bersin dan ngorok. Nafsu makan menurun, penurunan produksi telur, kerabang telur lembek. Adanya gangguan syaraf, tortikolis, lumpuh dan gemetaran. Avian Influenza sering dikelirukan dengan Newcastle Disease (ND), Infectious Laryngotrachaetis (ILT), Infectious Bronchitis (IB), Fowl cholera dan infeksi Escherichia coli.

Gambar 1. Gejala klinis pada ayam. a) cyanosis/kebiruan pada kepala; b) perdarahan pada kaki; c) keluarnya cairan dari hidung dan paruh; d) pebengkakan pada kepala.

(Sumber: Dijten PKH, 2014)

Strategi pengendalian avian influenza berdasarkan Kepdirjennak No: 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas, yaitu:

Biosekuriti

Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mencegah semua kemungkinan penularan (kontak) dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit melalui: pengawasan lalu lintas dan tindak karantina (isolasi) lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular, dekontaminasi (desinfeksi). Jenis desinfektan yang dapat digunakan misalnya asam parasetat, hidroksi peroksida, sediaan amonium quartener, formaldehyde (formalin 2-5%), iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, natrium (kalium) hipoklorit.

Pemusnahan unggas selektif (depopulasi) di daerah tertular

Pemusnahan selektif (depopulasi) merupakan suatu tindakan untuk mengurangi populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit dengan jalan eutanasia dengan menggunakan gas CO2 atau menyembelih semua unggas hidup yang sakit dan unggas sehat yang sekandang. Cara yang kedua adalah disposal, yaitu prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk atau pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan terkontaminasi lainnya yang tidak dapat didekontaminasi (didesinfeksi) secara efektif. Lubang tempat penguburan atau pembakaran harus berlokasi di dalam areal peternakan tertular dan berjarak minimal 20 meter dari kandang tertular dengan kedalaman 1,5 meter. Apabila lubang tempat penguburan atau pembakaran terletak di luar peternakan tertular, maka harus jauh dari pemukiman penduduk dan mendapat ijin dari Dinas Peternakan setempat.

Vaksinasi

Vaksinasi dilakukan karena kebanyakan masyarakat Indonesia memelihara ayam tanpa dikandangkan, sehingga kemungkinan terinfeksi virus dari alam akan lebih besar. Tujuan pelaksanaan vaksinasi adalah untuk mengurangi jumlah hewan yang peka terhadap infeksi dan mengurangi sheding virus atau virus yang dikeluarkan dari hewan tertular sehingga mengurangi kontaminasi lingkungan (memutus mata rantai penyebaran virus AI). Dalam pelaksanaan vaksinasi, daerah yang divaksinasi harus dipastikan bukan daerah tertular, atau baru terjadi kejadian kasus aktif HPAI, mengikuti acuan teknis penggunaan vaksin yang dikeluarkan oleh produsen vaksin yang tertulis dalam brosur, memastikan unggas yang akan divaksin berada pada flok dan lingkungan yang sehat, serta unggas dalam keadaan sehat, jarum suntik harus diganti dan disucihamakan dalam alkohol 70% serta mencatat detail vaksinasi pada lembar registrasi. Dosis vaksinasi yang disarankan adalah 0,5 ml untuk unggas dewasa dengan rute intramuscular, sedangkan unggas muda 0,2 ml dengan rute subkutan.

Jenis vaksin yang digunakan berdasarkan rekomendasi OIE, yaitu vaksin konvensional berupa vaksin inaktif, atau vaksin rekombinan (vaksin dengan vektor virus Fowlpox (Pox-AI:H5) atau vaksin subunit yang dihasilkan oleh ekspresi Baculovirus yang hanya mengandung angen H5 atau H7. Kebijakan vaksinasi saat ini adalah menggunakan vaksin yang sudah mendapatkan registrasi, diperuntukkan peternakan sektor 1, 2 dan 3 swadaya, serta peternakan sektor 4 dibantu pemerintah. Evaluasi program vaksinasi AI dilakukan melalui:

a. Rasional vaksinasi

Vaksinasi menurunkan kepekaan terhadap infeksi dan mengurangi pengeluaran virus dari tubuh unggas (baik dalam waktu dan jumlah), sehingga merupakan alat yang tepat untuk menurunkan insidens kasus baru dan sirkulasi virus di lingkungan.

b. Syarat suksesnya program vaksinasi

Vaksinasi harus dianggap sebagai alat untuk memaksimalkan tindakan biosekuriti dan bisa dikombinasikan dengan surveilans untuk mendeteksi secara cepat setiap perubahan dari angenik virus yang bersirkulasi.

Pengendalian lalu lintas

Pengendalian lalu lintas yang meliputi pengaturan secara ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur (tetas dan konsumsi) dan produk unggas lainnya (karkas/daging unggas dan hasil olahannya), pakan serta limbah peternakan; pengawasan lalu lintas antar area; pengawasan terhadap pelarangan maupun pembatasan lalu lintas.

Surveilans dan penelusuran

Surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur untuk mengetahui status kesehatan hewan pada suatu populasi. Sasarannya adalah semua spesies unggas yang rentan tehadap penyakit dan sumber penyebaran penyakit. Dalam melakukan surveilans harus dilakukan penelusuran untuk menentukan sumber infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit dan dilakukan minimum mulai dari periode 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai tindak karantina mulai diberlakukan. Tujuan utama dari surveilans AI adalah untuk memberikan informasi yang akurat tentang tingkat penyakit AI dan faktor faktor penyebabnya dalam populasi untuk tujuan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan.

Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)

Merupakan sosialisasi (kampanye) penyakit AI kepada masyarakat dan peternak. Sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa maupun penyebaran brosur (leaflet) dan pemasangan spanduk, agar masyarakat tidak panik.

Pengisian kembali (restocking) unggas

Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur.

Pemusnahan unggas secara menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru.

Apabila timbul kasus AI di daerah bebas atau terancam dan telah didiagnosa secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris maka dilakukan pemusnahan (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat dalam radius 1 km dari peternakan tertular tersebut.

Monitoring, pelaporan dan evaluasi

Monitoring adalah usaha yang terus menerus yang ditujukan untuk mendapatkan taksiran kesehatan dan penyakit pada populasi yang dilakukan oleh pusat dan daerah serta laboratorium (BPPV/BBV). Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan, pengendalian dan pemberantasan penyakit. Pelaksanaan evaluasi dilakukan setelah selesai kegiatan operasional lapangan. Materi yang penting diantaranya adalah penyediaan dan distribusi sarana (vaksin, obat, peralatan dan lain-lain), realisasi pelaksanaan operasional (vaksinasi, pengamatan, diagnosa, langkah-langkah/tindakan yang telah diambil dalam pengendalian dan pemberantasan) serta situasi penyakit (sakit, mati, stamping out, kasus terakhir) dan lain-lain.

Apabila terjadi kasus kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak, harap segera melaporkan ke Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banyumas. Cuci tangan dengan sabun setelah kontak langsung dengan unggas mati. Unggas yang mati jangan dibuang, sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dengan menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, sepatu boots, baju lengan panjang, celana lengan panjang, dan topi) (Anonim 2017).

Sumber:

  1. 2017. Pedoman Penanggulangan Flu Burung. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  2. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH). 2014. Manual Penyakit Unggas. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
  3. Kepdirjennak No: 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas.

Related Posts

Komentar