KENALI AFRICAN SWINE FEVER (ASF) ATAU DEMAM BABI AFRIKA

KENALI AFRICAN SWINE FEVER (ASF) ATAU DEMAM BABI AFRIKA

Apa itu African Swine Fever?

African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika merupakan penyakit menular dengan tingkat kematian tinggi yang menyerang ternak babi. Penyakit ini disebabkan oleh African swine fever virus (ASFV) dari genus Asfivirus dan famili Asfaviridae. Penyakit ASF menyerang spesies babi (ternak babi domestik maupun babi liar) segala umur. Kejadian pertama di Indonesia muncul pada tahun 2019, kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Bagaimana dampaknya pada ternak babi?

Penyakit ASF memiliki tingkat morbiditas atau kesakitan dan tingkat mortalitas atau kematian yang tinggi hingga dapat mencapai 100%. Penyakit ini menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan karena belum tersedia vaksin dan pengobatan belum efektif.

Apakah penyakit ini dapat menular ke manusia?

Penyakit ASF adalah penyakit virus yang hanya berdampak pada babi, tidak menular ke manusia atau tidak bersifat zoonosis. Jadi penyakit ini bukan merupakan suatu ancaman bagi kesehatan masyarakat atau masalah keamanan pangan.

Apabila manusia mengkonsumsi daging babi yang terinfeksi ASF, apakah dapat menggangu kesehatannya?

Tidak, karena ASF tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Namun bila daging babi atau sisanya termakan oleh ternak babi, maka dapat menyebabkan ternak babi tersebut terinfeksi ASF.

Bagaimana gejala klinis penyakit ini?

Masa inkubasi penyakit ASF antara 3 – 15 hari dan penyakit ini dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, subakut, dan kronis. Bentuk perakut: hewan ditemukan mati mendadak tanpa gejala apapun. Bentuk akut: demam, lemas, nafsu makan menurun, perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga, perut, dan kaki), keguguran, cyanosis (warna kulit kebiruan), muntah, diare dan kematian dalam 6 – 13 hari (bisa sampai 20 hari). Tingkat kematian dapat mencapai 100%. Bentuk subakut dan kronis: disebabkan oleh virus dengan virulensi yang sedang atau rendah, gejala klinis yang muncul lebih ringan dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih lama. Tingkat kematian lebih rendah, berkisar antara 30 – 70%. Gejala klinis bentuk kronis di antaranya penurunan berat badan, demam intermiten (naik-turun), gangguan pernafasan, ulser/luka pada kulit, dan radang sendi.

Gambar 1. Perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga)

Sumber : Dokumentasi pribadi

Bagaimana penularan penyakit ini?

Penularan penyakit ASF dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang terinfeksi, maupun secara tidak langsung. Darah dan cairan tubuh babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi. Penularan secara tidak langsung terjadi melalui peralatan, pakan, dan minum yang tercemar virus. Selain itu, penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak (vektor biologis). Pada babi yang telah sembuh dari infeksi, virus akan tetap bertahan di dalam darah dan jaringan, sehingga babi tersebut bertindak sebagai carrier.

Gambar 2 Penularan Penyakit African Swine Fever (ASF)

Sumber: Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya

 

Apakah yang harus dilakukan jika ternak babi menunjukan gejala ASF?

Melaporkan ke Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan atau ke Puskeswan (Pos Kesehatan Hewan) terdekat untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Untuk ternak babi yang terindikasi agar dipisahkan dari ternak yang sehat dan segera melakukan desinfeksi pada kandang dan sekitarnya sebelum petugas datang.

 

Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian penyakit ini?

Pencegahan penyakit ASF dengan menerapkan biosecurity dan manajemen peternakan babi yang baik, dilakukan dengan menjaga kesehatan babi dengan memberikan pakan dan minum yang baik, menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang, menjaga kebersihan diri/perseorangan (cuci tangan menggunakan sabun dan disinfeksi alas kaki sebelum memasuki kandang), membatasi orang keluar masuk ke dalam peternakan babi, serta memisahkan babi yang sakit dari babi-babi yang sehat. Dalam kejadian wabah, diperlukan adanya pembasmian ternak babi yang terinfeksi dan melakukan disinfeksi keseluruhan kandang, serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan. Kontrol ketat terhadap lalu lintas media pembawa virus ASF, diantaranya tidak menjual babi/karkas yang terinfeksi ASF, isolasi babi yang terinfeksi ASF dan babi yang mati karena penyakit ASF segera dikubur untuk mencegah penularan yang lebih luas.

 

Daftar Pustaka

Rinca K.F., Nugraha E.Y., Bollyn Y.M.F., Luju M.T., Tukan H.D., Utama W.G. 2023. Tingkat Morbiditas dan Mortalitas African Swine Fever pada Peternakan Tradisional di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jurnal Sain Veteriner. 41(1):70-80.

Retnaningsih TW. 2019. Mengenal Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. Diakses 23 Januari 2024 pada https://disnakkeswan.jatengprov.go.id/index.php/read/mengenal-demam-babi-afrika-atau-african-swine-fever-asf.

Infokawan. 2022. HPHK - ASF (African Swine Fever). Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Diakses 23 Januari 2024 pada https://infokawan.surabaya.karantina.pertanian.go.id/index.php?title=HPHK_-_ASF_%28African_Swine_Fever%29.

Winarso A, Hartanto N, Rofi’ah S. 2019. Ancaman African Swine Fever Masuk ke Wilayah Indonesia Melalui Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional VII Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana. Kupang: 17 Oktober 2019.

Related Posts

Komentar